Gulat
tidak saja berkembang di luar negeri, tetapi telah dikenal pula sejak lama di Indonesia.
Dalam dokumen Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (1985:6) dijelaskan
sebagai berikut:
Gulat bukan barang import, dengan penelitian seperlunya ternyata ada
beberapa jenis olahraga gulat tradisional, antara lain:
1.
di Aceh disebut Gedul-gedul
2.
di Tapanuli disebut
Marsiranggut
3.
di Sumatera Barat disebut
Bagulet
4.
di Jawa Barat disebut Beunjang
5.
di Jawa Tengah disebut
Mbek-mbekan
6.
di Jawa Timur disebut Pitingan
7.
di Nusa Tenggara Barat disebut
Paluru
8.
di Sulawesi Selatan disebut
Silotteng
9.
di Kalimantan Selatan disebut
Baguling
Dalam
perkembangannya, gulat mengalami banyak perubahan. Hal ini berkaitan dengan
tujuan gulat itu sendiri, yaitu yang pada awalnya merupakan bentuk adu kekuatan
untuk mengalahkan lawan tanpa adanya peraturan sampai pada gulat yang dikenal
sekarang sebagai olahraga beladiri yang bersifat prestasi.
Kata gulat
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti, “bergolek, bergumul, bergelut.”
(Poerwadarminta, 1984:331). Jadi olahraga gulat merupakan olahraga yang
menuntut atlet untuk melakukan pergumulan atau pergulatan melalui penggunaan
teknik-teknik dan aturan yang berlaku. Hal ini dalam Peraturan Gulat
Nasional/Internasional (1998:5) dijelaskan sebagai berikut:
Gulat seperti olahraga lainnya,
tunduk pada peraturan yang tertulis dalam ‘peraturan permainan’ (rules of
the games) dan dalam pelaksanaannya bertujuan untuk ‘menjepit / menindih’
lawan atau untuk memenangkan pertandingan dengan angka. Peraturan-peraturan ini berlaku untuk setiap gaya
yang dikenal dalam gulat modern.
Dalam
olahraga gulat prestasi dikenal dua macam gaya,
yaitu gaya romawi dan gaya bebas. Perbedaan kedua gaya
ini terletak pada sasaran dari suatu serangan. Hal ini dalam Peraturan
Gulat Nasional/Internasional (1998:5) dijelaskan:
Dalam gulat gaya
romawi, seorang pegulat dilarang keras menangkap lawan di bawah garis pinggang,
atau mengkait kaki lawan atau menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan
suatu gerakan. Sedangkan dalam gulat gaya
bebas, sebaliknya seorang pegulat diijinkan menangkap kaki lawan, mengkait kaki
lawan dan menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan.
Dalam
pertandingan gulat, dikelompokkan berdasarkan kategori umur dan berat badan.
Dalam buku Peraturan Gulat Internasional yang diterjemahkan oleh Siswanto
(2003:4-5) dijelaskan sebagai berikut:
Kategori umur adalah sebagai
berikut:
Remaja: umur 14 – 15 tahun
Kadet: umur 16 – 17 tahun
Junior: umur 18 – 20 tahun
Senior: umur 20 tahun ke atas
Kategori kelas berat badan adalah
sebagai berikut:
No.
|
Remaja
|
Kadet
|
Junior
|
Senior
|
1
|
29 – 32
Kg
|
39 – 42
Kg
|
46 – 50
Kg
|
50 – 55
Kg
|
2
|
35 Kg
|
46 Kg
|
55 Kg
|
60 Kg
|
3
|
38 Kg
|
50 Kg
|
60 Kg
|
66 Kg
|
4
|
42 Kg
|
54 Kg
|
66 Kg
|
74 Kg
|
5
|
47 Kg
|
58 Kg
|
74 Kg
|
84 Kg
|
6
|
53 Kg
|
63 Kg
|
84 Kg
|
96 Kg
|
7
|
59 Kg
|
69 Kg
|
96 Kg
|
96 – 120
Kg
|
8
|
66 Kg
|
76 Kg
|
96 – 120
Kg
|
|
9
|
73 Kg
|
85 Kg
|
|
|
10
|
73 – 85
Kg
|
85 – 100
Kg
|
|
|
Setiap pegulat
bertanding atas kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri
dan hanya boleh bertanding pada satu kelas berat badan sesuai dengan berat badannya.
Untuk kategori senior, peserta boleh memilih kelas berat badan yang satu
tingkat lebih tinggi dari kelas berat badan yang sebenarnya, kecuali untuk
kelas berat (120 Kg), pegulat harus mempunyai berat badan lebih dari 96 Kg.
Gulat merupakan
salah satu cabang olahraga beladiri yang cukup diminati, baik oleh anak-anak
sampai dengan orang dewasa. Gulat dapat dijadikan sebagai olahraga
prestasi, pendidikan, maupun kesehatan.